Jangan Biarkan Anak Menonton TV Sendirian
Akademi Dokter Anak Amerika merekomendasikan anak di bawah usia 2 tahun tidak menonton televisi sama sekali dan anak usia 2-6 hanya menonton TV maksimal 2 jam per hari.
TV dianggap memberikan pengaruh buruk bagi anak-anak. Menonton TV dapat menimbulkan gangguan perkembangan bicara, menghambat kemampuan verbal, juga kemampuan bersosialisasi bayi.
Di usia anak sekolah, tontonan di televisi dapat membuat anak lebih agresif dan mudah melakukan kekerasan, serta tidak mampu membedakan khayalan dan kenyataan.
Tayangan iklan di televisi memicu perilaku konsumtif, belum lagi potensi anak mengalami obesitas karena kurang bergerak.
Dalam kenyataannya, keberadaan TV di rumah selalu menjadi dilema tersendiri bagi orangtua. Apakah TV harus benar-benar ditiadakan di rumah?
Di sisi lain, kebutuhan akan informasi dan hiburan bagi keluarga salah satunya bersumber dari televisi. Apalagi, TV bila dimanfaatkan dengan baik dan benar, bisa menjadi sarana penunjang belajar untuk anak-anak.
Jadi, bolehkah anak-anak menonton televisi? Boleh saja, asalkan tidak sendirian.
Televisi menyajikan berbagai macam tontonan, baik yang layak maupun tidak layak konsumsi untuk anak. Sebagai orangtua, anda berkewajiban memfilter tayangan yang boleh ditonton anak. Setidaknya anda harus tahu apa saja yang biasanya ditonton anak di TV.
Keberadaan anda untuk menemani si kecil menonton TV sangat diperlukan. Bahkan saat menonton acara dengan label untuk semua umur, anak tetap butuh pendamping. Banyak hal yang perlu anda perhatikan dan jelaskan kepada anak mengenai tontonan di TV.
1. Adegan kekerasan dan pornografi
Memang, menonton adegan kekerasan tidak serta-merta membuat anak menjadi seorang kriminal, tetapi ada dampak buruk yang menyertainya. “Tidak benar, setiap anak yang menonton banyak adegan kekerasan akan menjadi penembak di sekolah,” kata Joanne Cantor, Ph.D, profesor komunikasi dan seni Universitas Wisconsin, Madison, dan penulis buku Mommy, I'm Scared: How TV and Movies Frighten Children and What We Can Do to Protect Them. “Hanya sedikit sekali dari mereka yang benar-benar melakukan adegan kriminal. Namun bahkan di antara anak-anak yang tak melakukannya, mereka menjadi anak yang lebih mudah bermusuhan, sensitif, dan mudah ketakutan,” imbuh Joanne.
Untuk konten berbau pornografi (entah di serial drama, video musik, maupun iklan) para ahli memperingatkan, TV hanya memberikan adegan seksual yang penuh gairah namun tidak menjabarkan efek negatif perilaku seksual, seperti kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit seksual. Sayangnya, sangat mungkin anak-anak ingin mencoba melakukan apa yang mereka lihat di TV.
2. Membedakan fiksi dan fakta
Penting untuk mengajarkan anak membedakan fiksi yang hanya ada di TV dan fakta di kehidupan nyata. Perlu diperhatikan pula acara yang mengandung unsur mistis dan gaib. Tidak ada anak yang bisa berteman dengan makhluk halus yang bisa memenuhi semua permintaannya, tidak ada kekuatan ajaib dan jubah bersayap yang membuat seseorang bisa terbang, dan yang namanya dipukul itu pasti sakit. Hanya di TV, seseorang dipukul berulang kali tidak mengeluarkan darah. Tidak hanya sampai di situ. Menginjak usia remaja, anak juga harus diajari bahwa hidup tidak seindah atau sepahit kisah drama FTV.
3. Nilai moral dan etika
Belakangan di media sosial beredar tulisan keluh kesah seorang ibu tentang tayangan serial drama India di stasiun televisi swasta. Menurutnya, meski awalnya dikemas sebagai serial drama anak-anak, ketika tokoh utamanya menginjak remaja, banyak nilai-nilai moral dan etika yang menyimpang yang dipertontonkan. Soal anak yang melawan orangtua, percobaan bunuh diri ketika keinginan sang anak tidak dituruti, hingga soal asmara yang tidak pantas diikuti anak-anak remaja. Inilah sebabnya anak tidak sepatutnya menonton TV sendirian, bahkan tayangan yang kelihatannya cocok untuk usia mereka. Terkadang ada nilai-nilai moral yang perlu diluruskan, terutama tayangan impor dari negara luar yang tentu memiliki kultur berbeda dengan Indonesia.
4. Komersialisasi
Coba perhatikan, hari Minggu ketika TV didominasi acara untuk anak-anak, slot iklan didominasi berbagai iklan produk anak dengan kemasan iklan yang sangat menarik. Ya, sifat anak-anak yang mudah dipengaruhi menjadikan mereka sasaran target pengiklan yang utama. Anak yang terlalu banyak menonton TV dan iklan akan terdorong untuk menjadi anak yang konsumtif. Mereka menginginkan apa yang disaksikan di TV. Tugas anda untuk mendampingi anak menonton TV tidak berhenti ketika acara anak dipotong jeda iklan. Anda harus memberi pemahaman kepada anak mengenai iklan. Tidak semua yang ditampilkan di iklan seindah kelihatannya dan harus dimiliki.
5. Penggunaan bahasa
Penelitian menunjukkan televisi membantu anak meningkatkan kemampuan berbahasa dan memperkaya kosakata. Namun hati-hati pada tontonan televisi saat ini, ketika dialog sinetron banyak menggunakan kata-kata slang, bahasa gaul, dan kosakata kekinian yang tidak ada dalam kamus. Pilihlah acara anak-anak yang menggunakan bahasa sesuai usia mereka. Untuk anak-anak yang sudah beranjak remaja, jangan sampai terbawa arus dan terpengaruh dialog di TV sehingga ketika bercakap-cakap sehari-hari pun menjadi terlalu “sinetron”. Anda harus menekankan pentingnya menggunakan bahasa yang baik dan benar di situasi tertentu.
0 Response to "Jangan Biarkan Anak Menonton TV Sendirian"
Posting Komentar